Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan Barat

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Perilaku Kekerasan

Pengertian Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang ditujukan untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan semua yang ada di lingkungan (Yusuf et al, 2015).

Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stresor yang dihadapi oleh seseorang, yang ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri maupun orang lain, secara verbal maupun non verbal, bertujuan untuk melukai orang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz dalam Azizah et al, 2015).

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan (Keliat et al, 2019).

Risiko perilaku kekerasan merupakan sebuah tindakan yang berpotensi membahayakan baik orang lain maupun diri sendiri secara fisik, emosi dan atau seksual (PPNI, 2016). Hal ini berbeda dengan keadaan atau kondisi perilaku kekerasan, dimana perilaku kekerasan merupakan sebuah emosi marah yang dirasakan oleh seseorang dan ditunjukkan secara berlebihan dan tidak terkendali baik itu secara lisan atau bahkan mencederai orang lain dan atau merusak sekitarnya (Pongdatu et al, 2023).

Sebagian dari pasien yang dimasukkan ke rumah sakit jiwa akibat dari perilaku kekerasan selama di lingkungan rumah maupun masyarakat. Perilaku kekerasan yang dilakukan pada diri sendiri dapat berupa perilaku bunuh diri atau melakukan penelantaraan diri, sedangkan resiko perilaku kekerasan terhadap orang yang lain merupakan risiko tindakan kekerasan yang dilakukan kepada orang lain untuk tujuan menyakiti seperti memukul orang lain, merusak benda di rumah atau bahkan membunuh (Pongdatu et al, 2023).

Rentang Respon Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan merupakan salah satu respons marah yang diekspresikan dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan atau merusak lingkungan. Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa “ ia” tidak setuju, tersinggung, merasa tidak di anggap, merasa tidak di turut atau diremehkan”. Rentang respon kemarahan individu di mulai dari respon normal (assertif) sampai pada respon yang tidak normal (maladaptif) (Azizah et al, 2016).

Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan

Kemarahan timbul apabila seseorang merasa frustrasi, disakiti, atau takut. Kemarahan yang ditangani dengan sesuai dan tepat serta diungkapkan secara asertif dapat membantu individu menyelesaikan konflik dan masalah. Akan tetapi, kemarahan yang disupresi atau tidak ditangani dengan tepat, dapat menimbulkan masalah fisik dan emosional serta dapat juga mengganggu atau merusak relasi dengan sesama (Baradero et al, 2019).

Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat dalam Yusuf et al, 2015). Amuk adalah respons marah terhadap adanya stres, rasa cemas, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, dan ketidakberdayaan.

Respons marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal. Secara internal dapat berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan secara eksternal dapat berupa perilaku destruktif agresif. Respons marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu (1) mengungkapkan secara verbal, (2) menekan, dan (3) menantang (Yusuf et al, 2015).

Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain akan memberikan kelegaan pada individu. Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan karena ia merasa kuat. Cara ini menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku yang destruktif dan amuk (Yusuf et al, 2015).

 

Mekanisme Koping Pada Klien Dengan Perilaku Kekerasan

Menurut Dalami et al (2021), mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:

Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.

Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.

Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.

Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya anak berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

 

Tanda dan gejala perilaku kekerasan menurut Keliat et al (2019) adalah sebagai berikut :

a. Mayor

1) Subjektif

a) Mengatakan benci/kesal dengan orang lain

b) Mengatakan ingin memukul orang lain

c) Mengatakan tidak mampu mengontrol perilaku kekerasan

d) Mengungkapkan keinginan menyakit diri sendiri, orang lain dan merusak lingkungan

2) Objektif

a) Melotot

b) Pandangan tajam

c) Tangan mengepal, rahang mengatup

d) Gelisah dan mondar-mandir

e) Tekanan darah meningkat

f) Nadi meningkat

g) Pernapasan meningkat

h) Mudah tersinggung

i) Nada suara tinggi dan bicara kasar

j) Mendominasi pembicaraan

k) Sarkasme

l) Merusak lingkungan

m) Memukul orang lain

b. Minor

1) Subjektif

a) Mengatakan tidak senang

b) Menyalahkan orang lain

c) Mengatakan diri berkuasa

d) Merasa gagal mencapai tujuan

e) Mengungkapkan keinginan yang tidak realistis dan minta dipenuhi

f) Suka mengejek dan mengkritik

2) Objektif

a) Disorientasi

b) Wajah merah

c) Postur tubuh kaku

d) Sinis

e) Bermusuhan

f) Menarik diri

 

Asuhan Keperawatan Pada Perilaku Kekerasan

Pengkajian

Setiap perawat yang akan melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan ataupun resiko perilaku kekerasan perlu mengkaji terhadap kemungkinan peningkatan status agitasi pada pasien, riwayat perilaku kekerasan yang sudah pernah dilakukan. Perawat perlu memperhatikan aspek verbal dan non verbal pada pasien. Pengkajian yang holistik akan memudahkan perawat bekerja dan meningkatkan kepercayaan pasien terhadap perawat sehingga proses pengkajian sampai dengan implementasi akan berjalan dengan baik sesuai rencana (Pongdatu et al, 2023).

Menurut Keliat et al (2019), pengkajian fokus pada pasien dengan perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:

a. Riwayat penganiayaan

1) Aniaya fisik

2) Aniaya seksual

3) Penolakan

4) Kekerasan dalam keluarga

5) Tindakan krimina;

b. Aktivitas motorik

1) Lesu

2) Tegang

3) Gelisah

4) Agitasi

5) TIK

6) Grimasem

7) Tremor

8) Kompulsif

c. Interaksi selama wawancara

1) Bermusuhan

2) Tidak Kooperatif

3) Mudah tersinggung

4) Kontak mata kurang

5) Defensif

6) Curiga

 

Diagnosa Keperawatan 

Risiko Perilaku Kekerasan

Perilaku Kekerasan

 

Rencana Keperawatan

a. Tujuan Asuhan Keperawatan.

Kognitif, klien mampu:

a) Menyebutkan penyebab resiko perilaku kekerasan

b) Menyebutkan tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan

c) Menyebutkan akibat yang ditimbulkan

d) Menyebutkan cara mengatasi resiko perilaku kekerasan

Psikomotor, klien mampu:

a) Mengendalikan resiko perilaku kekerasan dengan relaksasi: tarik napas dalam, pukul kasur dan bantal, senam dan jalan-jalan

b) Berbicara dengan baik: mengungkapkan, meminta, dan menolak dengan baik

c) Melakukan deeskalasi yaitu mengungkapkan marah secara verbal atau tertulis

d) Melakukan kegiatan ibadah seperti sholat, berdoa, kegiatan ibadah lain

e) Patuh minum obat dengan 8 benar (benar nama klien, benar obat, benar dosis, benar cara, benar waktu, benar manfaat, benar tanggal kadaluarsa dan benar dokumentasi)

 

Afektif, klien mampu:

a) Merasakan manfaat dari latihan yang dilakukan

b) Membedakan perasaan sebelum dan sesudah latihan.

 

b. Tindakan Keperawatan

1) Tindakan Mandiri (Ners)

a) Pengakjian : Kaji tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan, penyebab dan kemampuan mengatasinya, dan akibatnya

b) Diagnosis : Jelaskan proses terjadinya risiko perilaku kekerasan

c) Intervensi/Tindakan Keperawatan

(1) Latih klien untuk melakukan relaksasi : tarik napas dalam, pukul bantal dan kasur, senam, dan jalan-jalan

(2) Latih klien untuk bicara dengan baik : Mengungkapkan perasaan, meminta dengan baik dan menolak dengan baik

(3) Latih deeskalasi secara verbal maupun tertulis 

(4) Latih klien untuk melakukan kegiatan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut (sholat, berdoa, dan kegiatan ibadah yang lainnya)

(5) Latih klien patuh minum obat dengan cara 8 benar (Benar nama klien, benar obat, benar dosis, benar cara, benar waktu, benar manfaat, benar tanggal kadaluarsa dan benar dokumentasi).

(6) Bantu klien dalam mengendalikan risiko perilaku kekerasan jika klien mengalami kesulitan

(7) Diskusikan manfaat yang didapatkan setelah mempraktikkan latihan mengendalikan risiko perilaku kekerasan

(8) Berikan pujian pada klien saat mampu mempraktikkan latihan mengendalikan risiko perilaku kekerasan

2) Tindakan Keperawatan Spesialis

a) Terapi kognitif

b) Terapi perilaku

c) Terapi kognitif perilaku

d) Terapi penerimaan komitmen

e) Latihan relaksasi otot progresif

f) Rational Behavior Therapy (REBT)

3) Tindakan pada kelompok klien

a) Tindakan keperawatan ners : TAK Stimulasi Persepsi

b) Tindakan keperawatan spesialis : Terapi suportif

4) Tindakan pada keluarga

a) Tindakan keperawatan ners

(1) Kaji masalah klien yang dirasakan keluarga dalam merawat klien

(2) Menjelaskan pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta proses terjadinya risiko perilaku kekerasan yang dialami klien

(3) Mendiskusikan cara merawat risiko perilaku kekerasan dan memutuskan cara merawat yang sesuai dengan kondisi klien

(4) Melatih keluarga cara merawat risiko perilaku kekerasan klien :

(a) Menghindari penyebab terjadinya risiko perilaku kekerasan

(b) Membimbing klien melakukan latihan cara mengendalikan perilaku kekerasan sesuai dengan yang dilatih perawat ke klien

(c) Memberi pujian atas keberhasilan klien

(5) Melibatkan seluruh anggota keluarga untuk menciptakan suasana keluarga yang nyaman: Mengurangi stres di dalam keluarga dan memberi motivasi pada klien

(6) Menjelaskan tanda dan gejala perilaku kekerasan yang memerlukan rujukan segera serta melakukan follow up ke pelayanan kesehatan secara teratur

(7) Menjelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan

b) Tindakan keperawatan spesialis : Psikoedukasi keluarga

 

c. Tindakan Kolaborasi

1) Melakukan kolaborasi dengan dokter dengan menggunakan ISBAR dan TBaK

2) Memberikan program terapi dokter (obat); Edukasi 8 benar pemberian obat dengan menggunakan konsep safety pemberian obat.

3) Mengobservasi manfaat dan efek samping obat.

d. Discharge Planning

1) Menjelaskan rencana persiapan pasca rawat di rumah untuk memandirikan pasien.

2) Menjelaskan rencana tindak lanjut pengobatan.

3) Melakukan rujukan ke fasilitas kesehatan.

e. Evaluasi

1) Penurunan tanda dan gejala perilaku kekerasan.

2) Peningkatan kemampuan pasien mengatasi perilaku kekerasan.

3) Peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat pasien.

f. Rencana Tindak Lanjut

1) Rujuk pasien dan keluarga ke fasilitas praktik mandiri perawat spesialis keperawatan jiwa

2) Rujuk pasien dan keluarga ke case manager di fasilitas pelayanan kesehatan Primer di Puskesmas, pelayanan kesehatan sekunder dan tersier di Rumah Sakit

3) Rujuk pasien dan keluarga ke kelompok pendukung, kader kesehatan jiwa, kelompok swabantu dan fasilitas rehabilitasi psikososial yang tersedia di masyarakat.

 

 

By Arwin

 

Referensi

Azizah et al. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa Teori Dan Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta. Indomedia Pustaka

Baradero et al. (2019). Kesehatan Mental Psikiatri : Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC

Charara et al. (2017). The burden of mental disorders in the eastern mediterranean region, 1990-2013. PloS ONE, 12(1), 1–17. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0169575.

Dalami et al. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta. Trans Info Media

Islamarida et al. (2022). Modul praktikum Keperawatan Jiwa 1. Kediri. Lembaga Chakra Brahmana Lentera

Keliat et al. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC

Keliat et al. (2019). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. CMHN (Basic Course. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EHC

Pongdatu et al. (2023). Asuhan Keperawatan Jiwa. Purbalingga. Penerbit Eureka Media Aksara

PPNI TP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta. DPP PPNI

Salfiyadi T. (2021). Manajemen Pendidikan Kesehatan Untuk Sekolah Dasar. Jawa Tengah. Penerbit NEM

Sartika et al. (2021). Pendidikan Kesehatan Jiwa Berbasis Machine Learning Remaja Smart dan Care Karakter. Depok. Rajagrafindo Persada

Stuart, G.W. and Laraia, M.T. (2012) Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 10th Edition, Mosby, Inc., St. Louis.

Tombokan & Aminah. (2023). Perencanaan Pulang dan Peran Serta Keluarga Pasien Perilaku Kekerasan Pasca Perawatan Rumah Sakit. Jawa Tengah. Penerbit NEM

Tombokan & Laubo. (2023). Pencegahan dan Penanganan Pasien Gangguan Jiwa dengan Perilaku Kekerasan di Masyarakat. Jawa Tengah. Penerbit NEM

Yusuf et al. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta. Salemba Medika

October 25, 2023

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan Barat

Website Resmi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan Barat

Jl. Raya Singkawang Bengkayang KM 15 Singkawang
089502468580
rsjiwa@kalbarprov.go.id